PP. al-Istiqomah adalah merupakan Pesantren yang terletak di Kanggraksan, Harjamukti Kota Cirebon. Pendiri pesantren Al-Istiqomah adalah KH. Abdurrahman bin Anwar, beliau dilahirkan di sebuah desa kecil yang bernama Pesawahan-Sindang Laut Cirebon. Sebagai sosok seorang KH. Abdurrahman, beliau memiliki kegemaran yang berbeda dengan masyarakat Pasawahan pada saat itu, yang lebih menonjol pada diri beliau adalah rasa kecintaan yang sangat tinggi terhadap ilmu pengetahuan, dalam hal ini pengetahuan keagamaan, perilaku ini tercerimin lewat kebiasaannya dalam mengotak-atik beberapa kitab yang menjadi milik bapaknya, walaupun dia sendiri pada saat itu tidak mengerti tentang isi dan nama kitab tersebut, nampaknya sifat seperti ini merupakan warisan dari kedua orang tuanya yang pada saat itu sangat gigih memperjuangkan agama islam terutama di sela-sela berjuang dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari kaum penjajah.
KH. Abdurrahman, semenjak masa kecilnya dihabiskan untuk mengisi, membina serta menggali ilmu pengetahuan agama dari bapaknya H. Anwar, beliau merupakan murid pertama yang sekaligus menjadi orang anak laki-laki yang dibanggakan oleh bapaknya untuk meneruskan perjuangannya menegakkan panji-panji agama islam.
Dalam perjalanan sejarah hidupnya, nampaknya beliau memiliki seorang bapak yang sangat bijaksana sekali, sehingga pada suatu saat beliau di suruh berangkat ke Buntet Pesantren di Cirebon untuk menggali ilmu pengetahuan tentang agama Islam, dan disana beliau sampai 2 tahun (1935-1937) menggali ilmu pengetahuan agama yang selanjutnya berangkat ke pesantren Tebu Ireng Jombang Jawa Timur untuk menggali ilmu yang sama dari tahun 1983-1942).
Sepulangnya beliau dari pesantren Tebu Ireng Jombang, beliau melihat beberapa kejanggalan yang terjadi pada kehidupan masyarakat Pasawahan pada saat itu yang cenderung kurang memperhatikan nilai-nilai keagamaan secara seksama, sehingga hal ini terbukti dengan perilaku kehidupan masyarakat yang cenderung melanggar norma kehidupan beragama, seperti merebaknya paham-paham kolonial yang menjerak kehidupan mereka, sehingga budaya adu domba pada saat itu sudah mulai merebak pada kehidupan masyarakatnya, bahkan yang sangat menyedihkan kurangnya sarana belajar bagi anak-anak pada saat itu.
Melihat ini semua, membuka mata bagi seorang Abdurraman Anwar beserta saudaranya untuk membuka sebuah lembaga pendidikan Islam dengan mendirikan madrasah, namun baru saja berjalan satu tahun, madrasah ini akhirnya ditinggalkan oleh beliau, yang selanjutnya pengelolaan diserahkan pada sebagian masyarakat sekitar kampung untuk mengelolanya, sebab pada saat yang bersamaan beliau bersama penduduk lainnya terpanggil untuk berjuang membebaskan bumi nusantara ini dari tangan penjajah.
Dalam pejalanan serta sejarah kehidupannya beliau hijrah dari kampung halamnya menuju desa Kanggraksan-Cirebon (1944), yang selanjutnya beliau mendirikan sebuah lembaga pendidikan madrasah yang diberi nama Salafiyah, namun demikian halnya yang terjadi pada lembaga ini baru berjalan beberapa tahun beliaupun terpanggil lagi untuk membahsmi penjajah Belanda (1946-1950), baru setelah perang selesai madrasah tersebut di buka lagi untuk dapat dipergunakan sebagai lembaga pendidikan.
Selama hidupnya, beliau selain aktif berkecimpung di bidang pengajian dan majlis taklim, belaiu juga aktif di beberapa organisasi, seperti : Anggota pandu ansor tahun, 1939 Menjadi anggota GP ansor, tahun 1943 Anggota tanfidiyah NU ranting Harjamukti, tahun 1953 Ketua Dakwah MUI Kecamatan Cirebon, tahun 1953 Anggota syuriah NU kotamadya Cirebon, tahun 1971 Mustasyar di NU Kotamadya Cirebon dari tahun 1994, sampai dengan wafatnya.
Perjalanan karir serta sejarah hidupnya dalam mendirikan serta membina pesantren menjadi sebuah lembaga pendidikan yang berakte notaris bukanlah merupakan perjuangan yang sepele, sebab hal ini dibenturkan dengan berbagai permasalahan-permasalahan yang terjadi baik rintangan yang datang dari masyarakat itu sendiri ataupun dari penguasa yang memberikan kebijakan pada saat itu, terlebih dihadapkan pada perjuangan membebaskan diri dari belenggu penjajah Belanda, namun pada akhirnya perjuangan ini ditandai dengan diusulkannya akte notaris bagi lembaga pendidikan Islam, pesantren Al-Istiqomah bahkan KH. Abdurrahman sebagai sosok kyai yang sangat disegani baik oleh santrinya, masyarakat sekitar ataupun oleh pemerintah Kota Cirebon, sebab kyai Abdurrahman dikenal dengan prinsip-prinsipnya yang sangat teguh berdasarkan kepada Al Qur’an dan hadist, sehingga hal seperti ini terlihat dengan budaya yang mencerminkan nilai-nilai keislaman, sehingga ktika mengunjungi pesantren ini maka akan terlihat sebuah tulisan “batasan wilayah laki-laki dan batasan wilayah perempuan”, artinya dilarang santri laki-laki mengunjungi santri perempuan atau sebaliknya tanpa sepengetahuan ustadz serta alasan yang jelas.
EmoticonEmoticon